cinta dan pohon

jika cinta adalah sebatang pohon,apabila akarnya dari surga buahnya pun akan ke surga...by Dien Arrauyan

Sabtu, 10 Desember 2011

Eduard Douwes Dekker



Max Havelaar oleh Multatuli

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), penulis roman kontroversial Max Havelaar yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah bertugas di Natal sebagai controleur kelas dua. Multatuli dalam bahasa Latin bererti "Aku telah banyak menderita". Douwes Dekker hanya berdinas satu tahun di Natal. Sewaktu dia sampai di Natal , Douwes Dekker masih muda, umarnya kira-kira 20 tahun. Dalam novelnya Max Havelaar, diceritakan kisah percintaannya dengan Upik Ketek yang waktu itu baru berusia 13 tahun, putri seorang datuk yang sering berurusan dengan Douwes Dekker.

Douwes Dekker bertemu dengan Upik Ketek pertama kali pada tahun 1842, ketika terjadi kecelakaan di laut di mana Douwes Dekker menyelamatkan gadis itu dari bahaya maut. Ketika itu dia baru saja menepati posnay di Natal. Di Tanjung Balai yang terletak di sebelah utara Natal terdapat perkebunan lada yang luas. Seperti kita ketahui, lada merupakan barang dagangan maha penting bagi Belanda dan Inggris pada masa itu. Sebenarnya dia tidak begitu senang dengan pekerjaannya, apalagi dia masih awam dalam masalah lada dan perkebunan. Tetapi tugas itu dilakukannya juga. Oleh karena itu dia sering meminta bantuan seorang datuk yang mengerti masalah lada dan perkebunan. Dalam melakukan tugasnay, datuk sering ditemani oleh putrinay, Upik Ketek. Melalui kehadiran Upik Ketek inilah hati Douwes Dekker yang gundah dapat terobati.

Di Natal, Douwes Dekker kerapkali menyaksikan bagaimana pemerintah Belanda menindas penduduk setempat. Perasaan keadilannya tersentuh sehingga dia ingin membela orang-orang yang tertindas tersebut. Di kemudian hari, pengalaman batin yang dialaminya itu yang didapat di berbagai tempat di Indonesia, dimulai dari Natal, Sulawesi Utara dan Jawa Barat, dituangkanya dalam buku Max Havelaar. Diceritakan pula tentang pelabuhan Natal yang tidak dapat “disinggahi” perahu pada bulan Juli, karena angin kencang. Dia beberapa kali mengusulkan kepada atasannya untuk membangun dinding penahan ombak atau membuat pelabuhan buatan di muara sungai Batang Natal agar perdagangan dapat berjalan lancar sepanjang tahun, sehingga setengah juta penduduk di pedalaman tetap dapat menjual hasil bumi mereka, walau musin badai tiba. Tentu saja atasannya tidak setuju, dengan maksud Douwes Dekker yang hendak memperbaiki taraf hidup penduduk. Dia dicaci maki.

Kadang kala, Douwes Dekker harus bepergian ke tempat-tempat yang jauh dari Natal, seperti ke Barus, Tapus dan Singkel di utara. Daerah-daerah tersebut belum lagi aman ketika baru dikuasai Belanda karena masih terpengaruh perang Padri, apalagi daerah kediaman orang Batak yang benar-benar kacau dan banyak menimbulkan dampak buruk bagi Natal. Kendaraan Douwes Dekker ketika itu hanyalah kuda, sehingga perjalanan menjadi sangat lambat. Selama dalam perjalanan, dia selalu tidur dengan pakaian lengkap agar selalu siap menghadapi keadaan darurat, lagi pula ketika itu terdengar desas-desus tentang adanya komplotan yang hendak membunuh pejabat Belanda dan semua bangsa Eropah di Mandailing. Konon, awal pergerakan tersebut terjadi di Natal karena di sana banyak tinggal orang-orang kulit putih. Apakah peristiwa itu benar-benar pernah terjadi, tidaklah dapat dipastikan karena Douwes Dekker hanya membaca keterangan-keterangan tertulis dari saksi-saksi.

Karena adanya pengkhiantan, komplotan yang dipimpin oleh Yang Dipertuan Mandailing terbongkar. Pemimpinnya ditangkap dibawa ke Padang dan dianggap sebagai penjahat yang bersalah terhadap Belanda. Anehnya, Yang Dipertuan Mandailing tidak diperiksa di sana, tetapi dibawa ke rumah pejabat tinggi Belanda dengan kereta kebesaran. Tak lama kemudian dia dikembalikan ke kampung halamannya.

Di antara pemuka-pemuka masyarakat di daerah Mandailing dan Natal sering terjadi perang dingin yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk kepentingannya. Douwes Dekker sering melihat proses peradilan yang curang dan kecurangan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah Belanda yang mencelakakan penduduk, sehingga dia semakin tidak suka menjalani sisa masa dinasnya. Sebagai contoh, dia menyebutkan kasus si Pamaga.

Si Pamaga, anak angkat Sutan Salim didakwa mencoba membunuh Tuanku Natal dan controleur Belanda di Natal. Menurut cerita, percobaan pembunuhan yang tidak berhasil itu terjadi di rumah Yang Dipertuan Mandailing. Tuanku Natal terlempar dari jendela sehingga terlepas dari bahaya maut. Si Pamaga melarikan diri dan bersembunyi di hutan, tetapi dia ditangkap polis Natal. Dalam pemeriksaan, Si Pamaga mengaku diupah oleh Sutan Adam. Hukuman berat lalu dijatuhkan kepada Si Pamaga. Dia dibuang ke Jawa atas perintah Residen Belanda. Kelak diketahu, Si Pamaga belum pernah bertemu, baik dengan Sutan Adam maupun dengan abang/kakaknya, Yang Dipertuan Mandailing. Dia jgua tidak pernah menyerang Tuanku Natal dan Tuanku Natal pun tidak pernah terlempar dari jendela untuk menghindari seorang pembunuh. Dia terpaksa membuat pengakuan ini oleh para pejabat Belanda.

Pada pertengahan tahun 1843, Douwes Dekker dipangil menghadap Jenderal Michiels, Gubernur Belanda saat itu, di peristirahatannya di Padang. Dia langsung dimarahi dan dicaci maki sebagai pegawai yang tidak setia karena menggelapkan uang dinas. Dia juga dituduh memeras beberapa orang Cina dan tokoh pribumi serta sejumlah serdadu Belanda di Natal. Selain itu Douwes Dekker dianggap congkak dan sering meninggalkan posnya pada saat diperlukan. Douwes Dekker tidak dapat membela diri karena Gubernur tidak berminat mendengarkan keterangannya. Dia juga tidak diinjinkan menghadirikan saksi-saki untuk membuktikan, bahwa tuduhan Gubernur tidak benar. Selanjutnya, dia diskors dan tidak diperbolehkan kembali ke Natal. Untuk sementara, dia diperbantukan kepada residen Padang. Kemudian dia dipindahkan lagi ke pegunungan sampai pemeriksaan perkaranya selesai. Yang lebih menyakitkan hatinya, gajinya hanya dibayar separuh. Pada bulan Ogos/Augustus tahun 1843, dia dikirim ke Batavia (Jakarta hari ini).

Kemudian, kepada Douwes Dekker yang masih mudah itu diserahi tanggungjawab yang besar dan berat. Dia harus mengatur dan menjaga keamanan di daerah jajahan yang belum lama diduduki oleh Belanda seperti Lebak, Rangkas Bitung di wilayah Jawa bahagian barat. Mengapa bisa terjadi demikian? Mungkin itulah yang dimaksud oleh Douwes Dekker sebagai “permainan tingkat atas.”

Puncak pengamatannya terhadi di Lebak. Dia melihat sendiri, bagaimana Belanda, Bupati dan sanak saudara mereka bersama-sama memeras rakyat. Sama seperti di Natal, dengan terus terang Douwes Dekker menentang kebijaksanaan atasannya. Akibatnya, pada tahun 1856, dia diberhentikan dari jabatannya. Dia lalu diajukan ke pengadilan dan kalah dalam perkara. Douwes Dekker lalu dipulangkan ke Eropah.

Di Eropah, Douwes Dekker tidak bisa “menutup mulut” terhadap ketimpangan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda. Dia menulis ketimpangan tersebut dalam sebuah novel yang berjudul Max Havelaar yang diterbitakan pada tahun 1860 dengan menggunakan nama samaran Multatuli. Novel karangannya sangat laris dan menggemparkan masyarakat tetapi tidak disukai oleh kalangan pemerintah di sana. Walaupun Douwes Dekker menjadi terkenal karena buku-bukunya, dia hidup dalam kemiskinan dan mati tersia-sia di negerinya sendiri.

Novel Max Havelaar telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Karya tulis tersebut sangat populer di kalangan cendekiawan dan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia sebelum perang dunia kedua. Anehnya, terjemahan dalam bahasa Indonesia baru terbit pada tahun 1972 yang dialih-bahasa oelh H. B. Jassin.

Tapak Gedung Pusat Kesehatan Masyarakat di Natal pernah menjadi tempat kediaman Douwes Dekker sewaktu dia menjadi controleur (pegawai pemerintah Belanda tertinggi) di daerah itu. Sangat disayangkan gedung aslinya telah dibongkar semata-mata karena bangunannya sudah tua dan di atas tanah kosong tersebut didirikan gedung yang baru. Kalau gedung itu masih ada, ia bisa dijadikan tarikan pariwisata di Natal.

Sabtu, 02 Juli 2011

Maher Zain Biography




Maher Zain adalah Pria kelahiran Libanon,16 Maret 1981 .Maher Zain pindah ke Swedia pada usia delapan tahun.Maher menjadi penyanyi R&B , penulis lagu dan juga produser musik. juga tinggal di Amerika Serikat,album debutnya Thank You Allah mendapatkan penghargaan Platinum.Maher juga bernyanyi dengan bahasa Inggris,Urdu,Turki,Melayu dan juga Perancis.
Berawal dari mengagumi musik,dalam usia 10 tahun maher telah menguasai keyboard.Maher juga termotivasi oleh ayahnya yang juga seorang musisi handal di kota Tripoli, Libanon.Menurut Maher,“Saya sangat mencintai dunia musik, namun saya tidak menyukai hal-hal yang ada di sekilingnya.”
Pada Ahirnya Maher Zain menemukan keraguan bermusik,Maher bertemu dan bergabung dalam komunitas Muslim yang ada di Stockholm.Sejak saat itu Maher Zain,aktif dalam kegiatan masjid dan merasa lebih berarti dari pada sebuah rumah baginya.
Maher Zain bersyukur dapat membantu orang lain melalui musik.“Jika aku punya satu hal yang mana aku ingin sampaikan kepada orang di luar sana, bahwa sangatlah mudah untuk melihat jalan yang benar jika kita hanya membuka mata dan melihat dengan benar, itu yang terjadi padak,kata Maher Zain.
Maher juga pernah menjelaskan bahwa lagunya dedikasi kepada ibunya agar terus menjadi bahagia,bukan lagu yang membuat sedih ibunya.
Fadly dari band Padi Indonesia juga berkontribusi terhadap lagu Maher Zain yang berjudul “Untuk Rest Of My Life” dalam Bahasa Indonesia.Maher Zain juga memiliki Fans yang banyak di Indonesia.Bagi anda yang menggemari lagu Maher Zain, dapat bergabung dalam Page Facebook Maher zain Indonesian Fans Club

Selasa, 15 Maret 2011

La Tahzan

Jangan hidup dalam mimpi buruk masa lalu, atau di bawah payung gelap masa silam.Selamatkan diri anda dari bayangan masa lalu! Apakah anda ingin mengembalikan air sungai ke hulu , matahari ke tempatnya terbit , seorok bayi ke perut ibunya, air susu ke payudara sang ibu, dan air mata ke dalam kelopak mata ? Ingatlah , keterikatan anda dengan masa lalu, keresahan Anda atas apa yng telah terjadi pada masa lalu, adalah kondisi yang sangat naif, memprihatinkan dan menakutkan. Membaca kembali lembaran pahit masa lalu, hanya akan memupuskan masa depan, mengendurkan semangat dan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga Adalah bencana besar, manakala kita rela mengabaikan masa depan dan justru hanya disibukkan dengan memikirkan masa lalu. Itu sama halnya dengan mengabaikan istana-istana yang indah dengan sibuk meratapi puing-puing yang telah lapuk. Padahal betapapun seluruh manusia dan jin bersatu untuk mengembalikan semua hal yang telah berlalu,niscaya mereka tidak akan mampu. Sebab yang demikian itu sudah mustahil pada asalnya. Orang yang berpikiran jernih tidak akan pernah melihat sedikitpun ke belakang. Pasalnya , angin akan selalu berhembus ke depan, air akan mengalir ke depan, setiap kafilah akan bergerak ke depan, dan segala sesuatu bergerak maju ke depan. Maka dari itu , janganlah melawan sunnah kehidupan

Rabu, 09 Maret 2011

Dien: Syair- syair Patah Hati

Mungkin aku terlalu lemah
Di dekatmu aku tak mampu  untuk berkata
Masih adakah cinta dan harapan
Untuk jiwa-jiwa yang kering  kesepian

Mungkin juga  aku terlalu jenaka
Saat bersama mu penuh canda  tawa
Terbius dalam riang dan melupakan
Jika sayap-sayap cinta telah kau patahkan




Rasa ku padamu erat  mencengkram
Jauh darimu ada perih  rindu dendam
Tapi engkau kaku dingin  dan diam
Seperti sunyi yang terbungkus angin malam

Disini aku tetap sendiri saja
Berteman risau gundah gulana
 Ingin melukismu diatas  bianglala
Tapi anganku terkurung dalam ruang-ruang hampa

Mungkin pada suatu hari
Apabila engkau sudah mengerti
Tentang cinta yang mencari arti


Ketika kuncup mungil mulai bersemi
Arah musim menjelang dan berganti
Dan bisik-bisik angin  telah   bersimphony

Lirik aku dengan semu manja
Berhias senyum  simpul rona-rona merah
Kita melangkah ke arah sumber cahaya
Dalam keagungan, ridho dan rahmatNYa

Dien Arrauyan,Maret 2001

Senin, 07 Maret 2011

Jalaludin ar Rumi tentang cinta sejati

“Ia berkata, "Siapa itu berada di pintu?"
Aku berkata, "Hamba sahaya, Paduka."
Ia berkata, "Mengapa kau ke mari?"
Aku berkata, "Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti."
Ia berkata, "Berapa lama kau bisa bertahan?"
Aku berkata, "Sampai ada panggilan."
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa, demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, "Hakim menuntut saksi kalau ada pernyataan."
Aku berkata, "Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku."
Ia berkata, "Saksi tidak sah, matamu juling."
Aku berkata, "Karena wibawa keadilanmu, mataku terbebas dari dosa."

Bait-bait syair bernuansa religius di atas adalah nukilan dari salah satu puisi karya Jalaluddin ar-Rumi, penyair sufi terbesar dari Persia. Kebesaran Rumi terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan perasaannya ke dalam bahasa yang indah. Karena kedalaman ilmunya itu, puisi-puisi Rumi juga dikenal mempunyai kedalaman makna. Dua hal itulah --kedalaman makna dan keindahan bahasa--yang menyebabkan puisi-puisi Rumi sulit tertandingi oleh penyair sufi sebelum atau sesudahnya.
Di kalangan para pecinta sastra tasawuf, nama Jalaluddin ar-Rumi tidak asing lagi. Karya-karyanya tidak hanya diminati oleh masyarkat Muslim, tetapi juga masyarakat Barat. Karena itu, tak mengherankan jika karya sang penyair sufi dari Persia (Iran) yang bernama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi ini berpengaruh besar terhadap perkembangan ajaran tasawuf sesudahnya.

Rumi dilahirkan di Kota Balkh, Afghanistan, pada 30 September 1207 M/604 H dan wafat di Kota Konya, Turki, pada 17 Desember 1273 M/672 H. Sejak kecil, ar-Rumi dan orang tuanya terbiasa hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Keluarganya pernah tinggal di Nisabur (Iran timur laut), Baghdad, Makkah, Malatya (Turki), Laranda (Iran tenggara), dan Konya. Meski hidup berpindah-pindah, sebagian besar hidup ar-Rumi dihabiskan di Konya yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).

Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi ia juga tokoh sufi yang berpengaruh pada zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Tarekat Maulawiah--sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indra dalam menentukan kebenaran. Pada zamannya, umat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.

Cinta untuk Tuhan
Ar-Rumi dikenal karena kedalaman ilmu yang dimilikinya serta kemampuan dalam mengungkapkan perasaannya dalam bentuk puisi yang sangat indah dan memiliki makna mistis yang sangat dalam. Ia memilih puisi sebagai salah satu medium untuk mengajarkan cinta sejati (Tuhan). Lirik-lirik puisinya banyak mengedepankan perasaan cinta yang dalam kepada Tuhan. Maka itu, tak mengherankan jika ia mengungguli banyak penyair sufi, baik sebelum maupun sesudahnya.

Karya-karya puisi ar-Rumi juga mengandung filsafat dan gambaran tentang inti tasawuf yang dianutnya. Tasawufnya didasarkan pada paham wahdah al-wujud (penyatuan wujud). Bagi ar-Rumi, Tuhan adalah wujud yang meliputi. Keyakinan ini tidak selalu merupakan keyakinan terhadap kesatuan wujud yang menyatakan bahwa segala seuatu itu adalah Allah atau Allah adalah segala sesuatu. Kesatuan hamba dengan Tuhan, dalam tasawuf ar-Rumi, dipatrikan oleh rasa cinta yang murni.

Pengetahuan mengenai ajaran tasawuf tidak ia pelajari sejak usia dini. Masa kecilnya justru lebih banyak dipergunakan Jalaluddin ar-Rumi untuk menimba ilmu agama, terutama terkait dengan hukum Islam. Pendidikan pertama ar-Rumi diperolehnya dari ayahnya sendiri, Bahauddin Walad Muhammad bin Husin, yang merupakan seorang tokoh dan ahli agama Islam penganut Mazhab Hanafi. Selain itu, ia juga belajar pada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi, seorang tokoh dan sahabat ayahnya. Atas saran gurunya ini, ia kemudian menimba ilmu pengetahuan di negeri Syam (Suriah).

Dengan pengetahuan agama yang luas, ar-Rumi dipercaya untuk menggantikan Burhanuddin sebagai guru di Konya setelah sang guru wafat. Di samping sebagai guru, ia juga menjadi dai dan ahli hukum Islam (fakih).

Perubahan besar dalam hidup ar-Rumi terjadi pada tahun 652 H. Di usianya yang menginjak 48 tahun, ia mengubah jalan hidupnya ke arah kehidupan sufi setelah bertemu dengan seorang penyair sufi pengelana, Syamsuddin at-Tabrizi. Ia sangat terpengaruh oleh ajaran sufi itu sehingga ia meninggalkan pekerjaannya sebagai guru dan mulai menggubah puisi serta memasuki kehidupan sufi.

Rumi telah menjadi sufi berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, Rumi menulis syair-syair yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz . Ia juga membukukan wejangan-wejangan gurunya itu yang dikenal dengan nama Diwan Syams Tabriz . Buku ini juga memuat inti ajaran tasawuf ar-Rumi.

Di samping termuat dalam Diwan Syams Tabriz , inti ajaran tasawuf ar-Rumi juga banyak dimuat dalam sebuah karya besarnya yang terkenal, al-Masnawi . Buku ini terdiri atas enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Karyanya ini berpengaruh besar terhadap perkembangan tasawuf sesudahnya. Banyak komentar terhadap buku ini yang ditulis oleh para ahli dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki, dan Arab.

Al-Masnawi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Pertama kali, buku ini diterjemahkan ke bahasa Jerman pada tahun 1849. Namun, yang diterjemahkan hanya sepertiga bagian dari keseluruhan isi Al-Masnawi . Hasil terjemahan dalam bahasa Jerman ini diterbitkan di Kota Leipzig dan mengalami cetak ulang pada tahun 1913.

Sementara itu, terjemahan dalam bahasa Inggris oleh Sir James Redhouse pertama kali diterbitkan pada tahun 1881. Kemudian, sebanyak 3.500 baris puisi pilihan dari Al-Masnawi diterjemahkan lagi oleh Whinfield ke dalam bahasa Inggris. Terjemahan puisi pilihan yang terbit di London tahun 1887 ini mendapat perhatian besar dari masyarakat sehingga tahun itu juga dicetak ulang. Volume kedua diterjemahkan oleh Wilson dan diterbitkan di London tahun 1910.

Baru pada tahun 1925 hingga 1950, proses penerjemahan buku Al-Masnawi dilakukan secara menyeluruh oleh Reynold Alleyne Nicholson. Selain menerjemahkan buku ini, Nicholson juga menambahkan uraian serta komentarnya untuk melengkapi terjemahannya. Langkah Nicholson yang menerjemahkan karya ar-Rumi ini diikuti oleh salah seorang muridnya, AJ Arberry, yang menerjemahkan sejumlah kisah pilihan yang diterbitkan di London pada 1961.

Teori kefanaan
Di samping sebagai penyair sufi yang menganut paham wahdad al-wujud , ar-Rumi juga merupakan peletak dasar teori kefanaan. Pendapatnya tentang kefanaan tergambar dari ungkapannya, ''Apakah arti ilmu tauhid? Hendaklah kau bakar dirimu di hadapan Yang Maha Esa. Seandainya kau ingin cemerlang sebagai siang hari, bakarlah eksistensimu (yang gelap) seperti malam; dan luluhkan wujudmu dalam Wujud Pemelihara Wujud, seperti luluhnya tembaga dalam adonannya. Dengan begitu, kau bisa mengendalikan genggamanmu atas 'Aku' dan 'Kita', di mana semua kehancuran ini tidak lain timbul dari dualisme.''

Sementara itu, suasana pada saat sedang fana digambarkan oleh ar-Rumi sebagai berikut. ''Nuh berkata kepada bangsanya, Aku bukanlah aku. Aku bukanlah tiada lain Tuhan itu sendiri. Apabila ke-aku-an lenyap dari identitas insan, tinggallah Tuhan yang bicara, mendengar, dan memahami. Apabila Aku bukanlah aku, adalah aku tiupan napas Tuhan. Adalah dosa melihat kesatuan aku dengan-Nya.''

Dalam pandangannya, setiap peristiwa kefanaan selalu diikuti oleh baqa , yaitu tetapnya kesadaran sufi kepada Tuhan. Pada saat sedang baqa , kesadaran akan Tuhan melandasi kesadaran seorang hamba. Kata ar-Rumi, ''Kesadaran Tuhan lebur dalam kesadaran sufi. Bagaimana si awam meyakininya. Pengetahuan sufi adalah garis dan pengetahuan Tuhan adalah titik. Eksistensi garis amat tergantung pada eksistensi titik.

Senin, 28 Februari 2011

kahlil gibran part 2

*apabila cinta memanggilmu…. ikutlah dia walau jalannya berliku-liku... Dan, pabila sayapnya merangkummu... pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu..." (Kahlil Gibran)’'
*kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang" (Kahlil Gibran)
*Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan..." (Kahlil Gibran)
*Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan" (Kahlil Gibran)
*Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..." (Kahlil Gibran)


"Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini... pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang" (Kahlil Gibran)

"Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai... Dan, apa yang kucintai kini... akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai... dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya" (Kahlil Gibran)




CINTA YANG AGUNG

Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan MASIH peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’

Apabila cinta tidak berhasil…BEBASKAN dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas LAGI ..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu TIDAK perlu mati
bersamanya…




Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh   

Waktu Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?….
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.

Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.
Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.

Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.
Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas, tercakup di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta, pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain?
Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang?Tapi jika di dalam pikiranmu haru mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain,Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.
cinta

CINTA

AKU bicara perihal Cinta ????…
Apabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia,
Walau jalannya sukar dan curam.
Dan pabila sayapnva memelukmu menyerahlah kepadanya.
Walau pedang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu.
Dan kalau dia bicara padamu percayalah padanya.
Walau suaranya bisa membuyarkan mimpi-mimpimu bagai angin utara mengobrak-abrik taman.
Karena sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia
kan menyalibmu.
Sebagaimana dia ada untuk pertumbuhanmu, demikian pula dia ada untuk pemanakasanmu.
Sebagaimana dia mendaki kepuncakmu dan membelai mesra ranting-rantingmu nan paling lembut yang bergetar dalam cahaya matahari.
Demikian pula dia akan menghunjam ke akarmu dan mengguncang-guncangnya di dalam cengkeraman mereka kepada kami.
Laksana ikatan-ikatan dia menghimpun engkau pada dirinya sendiri.

Dia menebah engkau hingga engkau telanjang.
Dia mengetam engkau demi membebaskan engkau dari kulit arimu.
Dia menggosok-gosokkan engkau sampai putih bersih.
Dia merembas engkau hingga kau menjadi liar;
Dan kemudian dia mengangkat engkau ke api sucinya.
Sehingga engkau bisa menjadi roti suci untuk pesta kudus Tuhan.
Semua ini akan ditunaikan padamu oleh Sang Cinta, supaya bisa kaupahami rahasia hatimu, dan di dalam pemahaman dia menjadi sekeping hati Kehidupan.
Namun pabila dalam ketakutanmu kau hanya akan mencari kedamaian dan kenikmatan cinta.Maka lebih baiklah bagimu kalau kaututupi ketelanjanganmu dan menyingkir dari lantai-penebah cinta.
Memasuki dunia tanpa musim tempat kaudapat tertawa, tapi tak seluruh gelak tawamu, dan menangis, tapi tak sehabis semua airmatamu.
Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa pun kecuali dari dirinya sendiri.
Cinta tiada memiliki, pun tiada ingin dimiliki; Karena cinta telah cukup bagi cinta.
Pabila kau mencintai kau takkan berkata, “Tuhan ada di dalam hatiku,” tapi sebaliknya, “Aku berada di dalam hati Tuhan”.
Dan jangan mengira kaudapat mengarahkan jalannya Cinta, sebab cinta, pabila dia menilaimu memang pantas, mengarahkan jalanmu.
Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya. Namun pabila kau mencintai dan terpaksa memiliki berbagai keinginan, biarlah ini menjadi aneka keinginanmu: Meluluhkan diri dan mengalir bagaikan kali, yang menyanyikan melodinya bagai sang malam.
Mengenali penderitaan dari kelembutan yang begitu jauh.
Merasa dilukai akibat pemahamanmu sendiri tenung cinta;
Dan meneteskan darah dengan ikhlas dan gembira.
Terjaga di kala fajar dengan hati seringan awan dan mensyukuri hari haru penuh cahaya kasih;
Istirah di kala siang dan merenungkan kegembiraan cinta yang meluap-luap;Kembali ke rumah di kala senja dengan rasa syukur;
Dan lalu tertidur dengan doa bagi kekasih di dalam hatimu dan sebuah gita puji pada bibirmu.

Jumat, 25 Februari 2011

kata bijak dien

* Keajaiban terjadi pada saat kita menjemputnya,bukanlah terjadi pada saat menunggunya
Dien Arrauyan..
*Janganlah bermimpi menyentuh ujung pohon kalau tak punya keberanian untuk memanjatnya
 Dien Arrauyan